Ada yang berbeda disini.
Di puncak gedung berlantai tujuh ini.
Semilirnya raga membawa duka.
Bertumpah ruah di pucuk jingga.
I
knew you were trouble when you walked in
So shame on me now
Flew me to places I'd never been
'Til you put me down, oh
I knew you were trouble when you walked in (you were right there, you were
right there)
So shame on me now
Flew me to places I'd never been
Now I'm lying on the cold hard ground
I
think--I think when it's all over,
It just comes back in flashes, you know?
It's like a kaleidoscope of memories.
It just all comes back. But he never does.
I think part of me knew the second I saw him that this would happen.
It's not really anything he said or anything he did,
It was the feeling that came along with it.
And the crazy thing is I don't know if I'm ever gonna feel that way again.
But I don't know if I should.
I knew his world moved too fast and burned too bright.
But I just thought, how can the devil be pulling you toward someone who looks
so much like an angel when he smiles at you?
Maybe he knew that when he saw me.
I guess I just lost my balance.
I think that the worst part of it all wasn't losing him.
It was losing me.
#R
July 31, 2014
Akulah si Bodoh dan Kamulah Fatamorgana
Hai, Cir.. :)
Sebelum aku menulis ini, tolong ijinkan aku tertawa terlebih dahulu.
Menertawakan Diriku.
Ya menertawakan kebodohanku karena pernah jatuh mengagumi dirimu..
Ya, Pernah dengan bodohnya menunggu kamu dengan sabar di kafe pinggiran jalan itu.
Padahal bila aku menyadarinya lagi, meski aku ada disana. Olehmu, aku tak terlihat.
Aku pernah dengan sabar melihatmu, yang dengan tangkasnya membuatkan aku segelas Cappucinno Instan.
dan Bodohnya aku berharap, dan berimajinasi hanya kita berdua disitu.
Aku yang dengan Bodohnya, memandangmu sebagai orang yang patut aku kagumi.
Aku yang pernah dengan bodohnya, tersenyum sendiri mengingat kamu menyapaku dengan senyuman itu.
Aku yang pernah dengan bodohnya, tidak bisa memejamkan mataku setelah berbicara denganmu,
Aku yang dengan bodohnya melukismu di sebuah kertas,
Aku yang pernah dengan bodohnya mengukir namamu di abu dasar asbakku.
Aku yang dengan bodohnya berbahagia menghabiskan malam berdua di Kafe mu.
AKU YANG DENGAN BODOHNYA MENUNGGU CAPPUCINNO BUATANMU . . DENGAN SABAR!!!!!!
ADAKAH WANITA YANG DENGAN BODOHNYA MELAKUKAN HAL SEPERTI ITU UNTUKMU, CIR???
Heh, Aku marah sekarang Cir, dan marahku bukan marah yang tak beralasan.
Aku marah, karena kamu merendahkanku didepan mereka. Padahal aku memujamu.
Orang-orang yang kamu anggap teman, tapi aku malah melihat mereka seperti setan-setan kecil yang menggerogotimu.
Apakah Salah?
Salah bila aku mengagumi, dan bahkan berkembang menjadi cinta.
Oke, Aku bukan orang yang gigih untuk mempertahankan perasaanku.
Aku Manusia dengan Harga Diri yang terlalu tinggi untuk kamu rendahkan.
Aku merasa tidak memiliki muka lagi untuk berhadapan denganmu.
Aku merasa, tidak ada harganya lagi jika harus dihadapkan denganmu.
Kamu yang memulai semua ini, kamu yang membuatku luluh. Dan dengan bodohnya mulai mengikuti setiap langkahmu. Seperti Bayangan.
Andai, kamu tidak pernah hadir di hidupku, aku takkan jadi seperti ini terhadapmu.
Andai, mereka, Setan-setan yang mengelilingimu itu, tidak ada..
Kamu yang namamu memiliki arti Penguasa Keadilan. Haha,,
Aku ingin menertawakan ini, arti namamu seperti itu, tapi kamu tak memiliki keadilan sedikitpun terhadapku.
Kamu malah memuja wanita lain yang sama sekali tak melihatmu. ?
Sometimes,
I thought, how can the devil be pulling you toward someone who looks so much like an angel when he smiles at you?
Aku memang tak seperti wanita. Aku orang gila. Yang sebab kegilaanku adalah kamu.
Haruskah, aku pergi dulu agar kamu menyadari perasaanku?
Haruskah, aku menyadarkan kamu dulu agar kamu melihatku. bukan dia?
Dia, ya Wanita dengan #D..
Well, aku sadar, aku mungkin tidak sebanding dengan dia yang inisialnya selalu kamu masukkan dalam setiap tweetmu.
Dan akhirnya aku sadar, Akulah si Bodoh. dan Kamulah Fatamorgana.
Aku harus bagaimana lagi Cir???
APA AKU HARUS MATI DI DEPANMU, BARU KAMU SADAR AKULAH ORANG YANG RELA MENYERAHKAN SEGALANYA UNTUKMU MESKI ITU NYAWAKU?
CINTA INI PERLAHAN MEMBUNUHKU, Cir.. :'( :(
#R.A.W
Sebelum aku menulis ini, tolong ijinkan aku tertawa terlebih dahulu.
Menertawakan Diriku.
Ya menertawakan kebodohanku karena pernah jatuh mengagumi dirimu..
Ya, Pernah dengan bodohnya menunggu kamu dengan sabar di kafe pinggiran jalan itu.
Padahal bila aku menyadarinya lagi, meski aku ada disana. Olehmu, aku tak terlihat.
Aku pernah dengan sabar melihatmu, yang dengan tangkasnya membuatkan aku segelas Cappucinno Instan.
dan Bodohnya aku berharap, dan berimajinasi hanya kita berdua disitu.
Aku yang dengan Bodohnya, memandangmu sebagai orang yang patut aku kagumi.
Aku yang pernah dengan bodohnya, tersenyum sendiri mengingat kamu menyapaku dengan senyuman itu.
Aku yang pernah dengan bodohnya, tidak bisa memejamkan mataku setelah berbicara denganmu,
Aku yang dengan bodohnya melukismu di sebuah kertas,
Aku yang pernah dengan bodohnya mengukir namamu di abu dasar asbakku.
Aku yang dengan bodohnya berbahagia menghabiskan malam berdua di Kafe mu.
AKU YANG DENGAN BODOHNYA MENUNGGU CAPPUCINNO BUATANMU . . DENGAN SABAR!!!!!!
ADAKAH WANITA YANG DENGAN BODOHNYA MELAKUKAN HAL SEPERTI ITU UNTUKMU, CIR???
Heh, Aku marah sekarang Cir, dan marahku bukan marah yang tak beralasan.
Aku marah, karena kamu merendahkanku didepan mereka. Padahal aku memujamu.
Orang-orang yang kamu anggap teman, tapi aku malah melihat mereka seperti setan-setan kecil yang menggerogotimu.
Apakah Salah?
Salah bila aku mengagumi, dan bahkan berkembang menjadi cinta.
Oke, Aku bukan orang yang gigih untuk mempertahankan perasaanku.
Aku Manusia dengan Harga Diri yang terlalu tinggi untuk kamu rendahkan.
Aku merasa tidak memiliki muka lagi untuk berhadapan denganmu.
Aku merasa, tidak ada harganya lagi jika harus dihadapkan denganmu.
Kamu yang memulai semua ini, kamu yang membuatku luluh. Dan dengan bodohnya mulai mengikuti setiap langkahmu. Seperti Bayangan.
Andai, kamu tidak pernah hadir di hidupku, aku takkan jadi seperti ini terhadapmu.
Andai, mereka, Setan-setan yang mengelilingimu itu, tidak ada..
Kamu yang namamu memiliki arti Penguasa Keadilan. Haha,,
Aku ingin menertawakan ini, arti namamu seperti itu, tapi kamu tak memiliki keadilan sedikitpun terhadapku.
Kamu malah memuja wanita lain yang sama sekali tak melihatmu. ?
Sometimes,
I thought, how can the devil be pulling you toward someone who looks so much like an angel when he smiles at you?
Aku memang tak seperti wanita. Aku orang gila. Yang sebab kegilaanku adalah kamu.
Haruskah, aku pergi dulu agar kamu menyadari perasaanku?
Haruskah, aku menyadarkan kamu dulu agar kamu melihatku. bukan dia?
Dia, ya Wanita dengan #D..
Well, aku sadar, aku mungkin tidak sebanding dengan dia yang inisialnya selalu kamu masukkan dalam setiap tweetmu.
Dan akhirnya aku sadar, Akulah si Bodoh. dan Kamulah Fatamorgana.
Aku harus bagaimana lagi Cir???
APA AKU HARUS MATI DI DEPANMU, BARU KAMU SADAR AKULAH ORANG YANG RELA MENYERAHKAN SEGALANYA UNTUKMU MESKI ITU NYAWAKU?
CINTA INI PERLAHAN MEMBUNUHKU, Cir.. :'( :(
#R.A.W
April 27, 2014
Ock Ohem Ocktei, Wies Barsoom.
Ock Ohem Ocktei, Wies Barsoom. Cir.
Ingin sekali kukatakan kata-kata ini langsung di depanmu. Cir,
Mungkin ini kekanakan. Tapi inilah nyatanya...
Biar, mereka memandangku konyol, bodoh, penuh sensasi.
Ya, aku bodoh. Aku menyadari itu,
Dengan bodohnya,, aku terjatuh dalam perangkapmu..
Mencintaimu dengan mudahnya...
Ock Ohem Ocktei, Wies Jasoom.
Entah, apa yang kulakukan rasanya takkan lengkap tanpa mengingatmu..
Mengingat senyummu..
Mengingat candaanmu..
Hei Cir,,
Tahukah kamu aku bahkan tak bisa berkata apa-apa meski ragaku tepat berada di depanmu..
Tahukah kamu yang bisa kulakukan?
Memandangmu..
Kenapa?
Karena aku mengagumimu..
Terimakasih Kepada Tuhan yang Maha Asyik..
Tahukah kamu...
Seperti yang kau katakan ..
Aku mencintaimu, dalam rangka aku mencintai Tuhan...
Karena kamu Mahakarya-Nya..
Ya.. Kamu mahakarya Tuhan yang paling indah.,.
Kamu dan senyummu..
Kamu dan tatapanmu..
Kamu dan segalanya yang ada pada dirimu..
Tahukah kamu .. Demi apapun aku rela...
Bertingkah Bodoh
Duduk berjam-jam dengan Segelas Good Day Cappucinno
dan Sekotak Dunhill hanya untuk Memandangimu,
memandangimu fokus berkonsentrasi pada Ekonomi Moneter 1..
Sadarilah Cir,,
Aku yang dengan bodohnya mengukirkan pensilku pada selembar kertas
Hanya untuk memori kecil senyumanmu.. :)
LOL...
TO-LOL..
Itu aku,,
Meski aku Tahu ini nantinya takkan berbalas..
Tetap saja hatiku tak merasa rugi atau percuma melakukan hal-hal bodoh diatas..
Aku ,, Passionku,, ada padamu..
Desire untuk melakukan hal bodoh itu ada padamu...
meski kamu bahkan jarang tersenyum padaku..
Aku tahu..
Kamu bahkan sudah mendengar kabar-kabar bodoh tentangku di sekitar kampus kita.
Aku tahu Kamu Marah padaku..
Mungkin bisa juga Jengah..
Bisa juga Jijik..
atau bahkan Benci..
aku Bisa menghilang dari peredaran kehidupanmu..
Aku rela hanya memendam perasaan ini...
Aku rela...
Aku juga rela Lenyap selamanya....
Selama Itu bisa Membuatmu Bahagia...
Je't Aime
Cir....
Ingin sekali kukatakan kata-kata ini langsung di depanmu. Cir,
Mungkin ini kekanakan. Tapi inilah nyatanya...
Biar, mereka memandangku konyol, bodoh, penuh sensasi.
Ya, aku bodoh. Aku menyadari itu,
Dengan bodohnya,, aku terjatuh dalam perangkapmu..
Mencintaimu dengan mudahnya...
Ock Ohem Ocktei, Wies Jasoom.
Entah, apa yang kulakukan rasanya takkan lengkap tanpa mengingatmu..
Mengingat senyummu..
Mengingat candaanmu..
Hei Cir,,
Tahukah kamu aku bahkan tak bisa berkata apa-apa meski ragaku tepat berada di depanmu..
Tahukah kamu yang bisa kulakukan?
Memandangmu..
Kenapa?
Karena aku mengagumimu..
Terimakasih Kepada Tuhan yang Maha Asyik..
Tahukah kamu...
Seperti yang kau katakan ..
Aku mencintaimu, dalam rangka aku mencintai Tuhan...
Karena kamu Mahakarya-Nya..
Ya.. Kamu mahakarya Tuhan yang paling indah.,.
Kamu dan senyummu..
Kamu dan tatapanmu..
Kamu dan segalanya yang ada pada dirimu..
Tahukah kamu .. Demi apapun aku rela...
Bertingkah Bodoh
Duduk berjam-jam dengan Segelas Good Day Cappucinno
dan Sekotak Dunhill hanya untuk Memandangimu,
memandangimu fokus berkonsentrasi pada Ekonomi Moneter 1..
Sadarilah Cir,,
Aku yang dengan bodohnya mengukirkan pensilku pada selembar kertas
Hanya untuk memori kecil senyumanmu.. :)
LOL...
TO-LOL..
Itu aku,,
Meski aku Tahu ini nantinya takkan berbalas..
Tetap saja hatiku tak merasa rugi atau percuma melakukan hal-hal bodoh diatas..
Aku ,, Passionku,, ada padamu..
Desire untuk melakukan hal bodoh itu ada padamu...
meski kamu bahkan jarang tersenyum padaku..
Aku tahu..
Kamu bahkan sudah mendengar kabar-kabar bodoh tentangku di sekitar kampus kita.
Aku tahu Kamu Marah padaku..
Mungkin bisa juga Jengah..
Bisa juga Jijik..
atau bahkan Benci..
aku Bisa menghilang dari peredaran kehidupanmu..
Aku rela hanya memendam perasaan ini...
Aku rela...
Aku juga rela Lenyap selamanya....
Selama Itu bisa Membuatmu Bahagia...
Je't Aime
Cir....
February 28, 2014
Kamulah hening dan Akulah Ribut
Ketika hening yang bercerita.. Kira-kira apakah yang akan Ia ceritakan?
Keheningan itu kamu. Gelap, seperti Kopi pekat. Americano yang aku suka kala aku merasa pasti.
Kamu keheningan yang menjadi candu di dalam hari-hariku. Hari-hariku yang berisik.
Pernahkah kamu sadar? dalam diam aku memperhatikanmu.Memperhatikan senyummu. Tingkah lakumu.
Gerikmu, Candamu.
Kamu sudah berani masuk kedalam hatiku diam-diam. Dan bodohnya penjaga gerbang di hatiku tampaknya juga terlena sama cover depan kamu.
Kamu yang selalu kritis terhadap perkembangan politik Indonesia yang selalu penuh Drama.
Hei aku juga sama, tapi entah kenapa, kalau itu kamu semua berbeda.
Wajahmu tegas. Kamu kelahiran 93 tapi itu tak terlihat di wajahmu.
Mungkin tinggimu yang hampir sama sepertiku yang membuatmu terlihat muda, Rambutmu yang biasanya gondrong, kini menjadi cepak, dan kamu pun terasa berbeda. Lebih mempesona.
Tawamu yang khas. Melengking tegas. Dan suara bariton itu.
Tahukah kamu? Jantungku terasa hilang berlari sembunyi. berdebar kencang. Kala sosok heningmu dalam Sweater putih kebesaran itu menghampiriku. Kacamata frame putih yang selalu kamu lepas ketika berhadapan denganku. Tanpa kata saat itu. Aku terpaku sebenarnya, tersihir kecantikan senyum ber behel milikmu.
Ha!? Kamu bakat jadi penghipnotis rupanya?
Kembali, ke celotehan-celotehan kita di Jejaring burung biru muda, Kamu. Masih dengan ke Kritisanmu.
Dan sekali kata-katamu menohok aku. "Yek stalkingan". Aku tahu kamu bercanda.
tapi jujur itu yang kulakukan. Mengetahui salah satu progres tebaru dari ke Kritisanmu terhadap Bobroknya Politik Indonesia. Aku heran, kamu bercita-cita menjadi CEO entah kenapa, kamu malah lebih terlihat sebagai calon Politikus. Oh oke, Tuhan Maha Asyik katamu.
Bagiku, Tuhan itu Maha Puitis. Tuhan bisa nyiptain skenario Dramatis, Tuhan punya Alternatif.
Iya. Asyik, Dan entah aku selalu bisa sependapat denganmu. Eh, ngga juga sih kita berbeda pendapat saat menentukan Jargon Acara jurusan kita. Dimana aku adalah panitia yang sama satu sub acara denganmu. hanya berbeda sie saja.. Kamu konsumsi dan aku Keamanan.. Terbalik kan? Ya itulah kita. Selalu saling melengkapi.
Aku suka caramu. Aku suka kecerdasanmu. tapi aku kurang cinta kesarkatisanmu.
Entah Kata-katamu selalu bisa menohok aku.
Ketika Kamu khawatir pada keadaanku saja aku sudah melonjak bahagia. Padahal. Si Cina itu yang lebih dekat denganku saja tak menanyakan keadaanku. Ia hanya menanyakan Kediri aman atau tidak. Gila saja. emang aku emaknya? emang aku sie keamanannya Kediri? kenapa tidak bertanya pada Kedirinya sendiri.
Oke aku marah, aku marah karena orang yang dulunya aku agungkan malah tidak peduli pada keadaanku sama sekali. aku marah sekali. aku benci.
Kini, aku tak ingin jatuh terlalu dalam. Bukan apa-apa, sakit kalau harus menghadapi kenyataan jatuh dan terluka lagi padahal luka yang lama belum kering. Ya itulah aku, Selalu ceroboh. Bahkan dalam hal cinta.
Aku muak. iya Muak. Muak sama semua. .
Sama sifatku, Sama sifat gengsi tinggiku, hashh,.
Bukankah. Karena tulang rusuk & pemiliknya takkan pernah trtukar & akan bertemu pada saat yang tepat menurut ilmu-Nya.."
Itu yang aku percaya sampai detik ini.
Oke aku memang pernah terjebak rasa pada orang berbeda agama. tapi kali ini Dia ada pada sisi yang sama. Kenapa tidak kugantungkan hidupku padanya,.
Oh tidaakkkk... aku belum percaya. aku masih meragu.
Dan kamu dear. Keheningan. Semoga Tuhan yang Maha Asyik membaca surat kecilku ini.
Keheningan itu kamu. Gelap, seperti Kopi pekat. Americano yang aku suka kala aku merasa pasti.
Kamu keheningan yang menjadi candu di dalam hari-hariku. Hari-hariku yang berisik.
Pernahkah kamu sadar? dalam diam aku memperhatikanmu.Memperhatikan senyummu. Tingkah lakumu.
Gerikmu, Candamu.
Kamu sudah berani masuk kedalam hatiku diam-diam. Dan bodohnya penjaga gerbang di hatiku tampaknya juga terlena sama cover depan kamu.
Kamu yang selalu kritis terhadap perkembangan politik Indonesia yang selalu penuh Drama.
Hei aku juga sama, tapi entah kenapa, kalau itu kamu semua berbeda.
Wajahmu tegas. Kamu kelahiran 93 tapi itu tak terlihat di wajahmu.
Mungkin tinggimu yang hampir sama sepertiku yang membuatmu terlihat muda, Rambutmu yang biasanya gondrong, kini menjadi cepak, dan kamu pun terasa berbeda. Lebih mempesona.
Tawamu yang khas. Melengking tegas. Dan suara bariton itu.
Tahukah kamu? Jantungku terasa hilang berlari sembunyi. berdebar kencang. Kala sosok heningmu dalam Sweater putih kebesaran itu menghampiriku. Kacamata frame putih yang selalu kamu lepas ketika berhadapan denganku. Tanpa kata saat itu. Aku terpaku sebenarnya, tersihir kecantikan senyum ber behel milikmu.
Ha!? Kamu bakat jadi penghipnotis rupanya?
Kembali, ke celotehan-celotehan kita di Jejaring burung biru muda, Kamu. Masih dengan ke Kritisanmu.
Dan sekali kata-katamu menohok aku. "Yek stalkingan". Aku tahu kamu bercanda.
tapi jujur itu yang kulakukan. Mengetahui salah satu progres tebaru dari ke Kritisanmu terhadap Bobroknya Politik Indonesia. Aku heran, kamu bercita-cita menjadi CEO entah kenapa, kamu malah lebih terlihat sebagai calon Politikus. Oh oke, Tuhan Maha Asyik katamu.
Bagiku, Tuhan itu Maha Puitis. Tuhan bisa nyiptain skenario Dramatis, Tuhan punya Alternatif.
Iya. Asyik, Dan entah aku selalu bisa sependapat denganmu. Eh, ngga juga sih kita berbeda pendapat saat menentukan Jargon Acara jurusan kita. Dimana aku adalah panitia yang sama satu sub acara denganmu. hanya berbeda sie saja.. Kamu konsumsi dan aku Keamanan.. Terbalik kan? Ya itulah kita. Selalu saling melengkapi.
Aku suka caramu. Aku suka kecerdasanmu. tapi aku kurang cinta kesarkatisanmu.
Entah Kata-katamu selalu bisa menohok aku.
Ketika Kamu khawatir pada keadaanku saja aku sudah melonjak bahagia. Padahal. Si Cina itu yang lebih dekat denganku saja tak menanyakan keadaanku. Ia hanya menanyakan Kediri aman atau tidak. Gila saja. emang aku emaknya? emang aku sie keamanannya Kediri? kenapa tidak bertanya pada Kedirinya sendiri.
Oke aku marah, aku marah karena orang yang dulunya aku agungkan malah tidak peduli pada keadaanku sama sekali. aku marah sekali. aku benci.
Kini, aku tak ingin jatuh terlalu dalam. Bukan apa-apa, sakit kalau harus menghadapi kenyataan jatuh dan terluka lagi padahal luka yang lama belum kering. Ya itulah aku, Selalu ceroboh. Bahkan dalam hal cinta.
Aku muak. iya Muak. Muak sama semua. .
Sama sifatku, Sama sifat gengsi tinggiku, hashh,.
Bukankah. Karena tulang rusuk & pemiliknya takkan pernah trtukar & akan bertemu pada saat yang tepat menurut ilmu-Nya.."
Itu yang aku percaya sampai detik ini.
Oke aku memang pernah terjebak rasa pada orang berbeda agama. tapi kali ini Dia ada pada sisi yang sama. Kenapa tidak kugantungkan hidupku padanya,.
Oh tidaakkkk... aku belum percaya. aku masih meragu.
Dan kamu dear. Keheningan. Semoga Tuhan yang Maha Asyik membaca surat kecilku ini.
February 21, 2014
Aku dan Ingatan.
Terkadang apa yang kita simpan di memori selama apapun itu akan kembali di detik tak terduga.
Yang aku tau dan aku ingat.
Kamu pernah sebut aku keheningan.
Yang menemanimu menghabiskan malam.
Kamu juga pernah sebut aku Kafein.
Yang selalu menjadi candu ketika kamu ingin.
Eh.
Ingatan juga membuka memori ketika
Kamu menyuruhku menyeduh secangkir pekat pahit tanpa gula.
"Kenapa?", tanyaku.
"Karena manisnya sudah ku sesap di ujung bibirmu", katamu tersenyum.
Kembali kau berkutat dengan uap dan cangkirmu.
Kamu juga pernah bilang aku seperti Nikotin.
Yang selalu mememanimu dalam kesunyian.
Haha..
Sepertinya inspirasimu masih seputar Kafein dan Nikotin...
Akan bertahan sampai berapa lama Inspirasimu itu?
Sampai Kafein hanya tinggal Ampas di dasar cangkirmu kah?
Atau sampai Nikotin di tanganmu hanya tinggal abu ?
Eh. Aku lupa, Kamu bahkan bisa menanam rindu pada tumpukan ampas di dasar cangkirmu yang dalam itukan?
dan kamu juga bisa Mengubur kenangan dari tumpukan abu di asbakmu. :)
Kamu memang serba bisa.
Bahkan, Mungkin tak ada yang menandingimu.
Oke mereka inspirasimu.
Jadi, biarkan kamu jadi Inspirasiku.
Yang saat ini masih dengan angkuhnya memenuhi catatan di Diary kecilku.
Dan mungkin ketika kamu menolak jadi inspirasiku.
Aku bisa menertawakan Onggokkan sampah itu.
Haha...
Benar Bukan?
Hai, Dear Ricochet.
Sang Penguasa yang Adil?
Yang aku tau dan aku ingat.
Kamu pernah sebut aku keheningan.
Yang menemanimu menghabiskan malam.
Kamu juga pernah sebut aku Kafein.
Yang selalu menjadi candu ketika kamu ingin.
Eh.
Ingatan juga membuka memori ketika
Kamu menyuruhku menyeduh secangkir pekat pahit tanpa gula.
"Kenapa?", tanyaku.
"Karena manisnya sudah ku sesap di ujung bibirmu", katamu tersenyum.
Kembali kau berkutat dengan uap dan cangkirmu.
Kamu juga pernah bilang aku seperti Nikotin.
Yang selalu mememanimu dalam kesunyian.
Haha..
Sepertinya inspirasimu masih seputar Kafein dan Nikotin...
Akan bertahan sampai berapa lama Inspirasimu itu?
Sampai Kafein hanya tinggal Ampas di dasar cangkirmu kah?
Atau sampai Nikotin di tanganmu hanya tinggal abu ?
Eh. Aku lupa, Kamu bahkan bisa menanam rindu pada tumpukan ampas di dasar cangkirmu yang dalam itukan?
dan kamu juga bisa Mengubur kenangan dari tumpukan abu di asbakmu. :)
Kamu memang serba bisa.
Bahkan, Mungkin tak ada yang menandingimu.
Oke mereka inspirasimu.
Jadi, biarkan kamu jadi Inspirasiku.
Yang saat ini masih dengan angkuhnya memenuhi catatan di Diary kecilku.
Dan mungkin ketika kamu menolak jadi inspirasiku.
Aku bisa menertawakan Onggokkan sampah itu.
Haha...
Benar Bukan?
Hai, Dear Ricochet.
Sang Penguasa yang Adil?
Sesulut Pagi bersama Secangkir Kafein
Pagi ini hening, hanya rintik gerimis dan kesibukan embun-embun bening yang memecahnya.
Menikmati pagi bersama udaranya yang bersih, entah negeri Dhaha ini begitu membangkitkan kenangan.
Kali ini tak kunikmati Pagiku yang Damai ini bersama puntung nikotin. Aku hanya ingin damai tanpa polusi.
Oh. Tapi belum lengkap, ada yang kurang.
Uap kefein dari cangkir ayahku yang merayap di bantaran udara ini. sedikit menggangguku.
Dibuatnya aku gelisah. seperti Manusia pecandu yang tak terjamah Morfin 2 minggu. sakau.
Itu yang memaksaku bangkit dari keheningan ini, melangkahkan kaki menyeduh si hitam dengan sedikit kristal putih manis.
Pagiku sempurna.
Aroma ini,
Kamu.
Ada. Lengkap.
Adakah yang lebih membahagiakan dari setiap kepulannya dan setiap teguknya?
Berkali-kali aku mengatakan, Kolaborasi sederhana yang mebahagiakan itu : Kamu dan kopi.
Membuatku menjadi pecandu yang bahagia. Aku tidak butuh rehabilitasi untuk hal ini.
Ini gila, tapi aku bahagia.
Cukup indah meski hanya mengamatimu dari hitam-putih, abu-abu potretmu.
Dengan senyum lebar berpagarmu,
Rambut yang menjadi kebanggaanmu.
Iya itu kamu, Ciri khasmu.
Entah hanya dengan uap Kafein yang menggebu ini aku bisa menginggat kamu.
Tuh kan. Kamu dan Cangkir kecil ini berhubungan.
Tuhan emang Maha Asyik.
Dia menciptakan tanaman Kopi sebagai media penyimpan memori tentang kamu.
Seteguk saja aku bisa mengingat senyummu.
Dua teguk aku bisa merasa rengkuhanmu.
haha..
Aku bukan Phsycopat kok.
Aku hanya melampiaskan kebahagiaanku.
Hidup dengan fantasi-fantasiku.
Iya, ini caraku mengisi kesepian.
Kita dua Makhluk pecandu. yang masih belum disadarkan untuk bersama.
Ya. Melihatmu. dalam diam, Aku lebih bahagia begitu.
Menikmati pagi bersama udaranya yang bersih, entah negeri Dhaha ini begitu membangkitkan kenangan.
Kali ini tak kunikmati Pagiku yang Damai ini bersama puntung nikotin. Aku hanya ingin damai tanpa polusi.
Oh. Tapi belum lengkap, ada yang kurang.
Uap kefein dari cangkir ayahku yang merayap di bantaran udara ini. sedikit menggangguku.
Dibuatnya aku gelisah. seperti Manusia pecandu yang tak terjamah Morfin 2 minggu. sakau.
Itu yang memaksaku bangkit dari keheningan ini, melangkahkan kaki menyeduh si hitam dengan sedikit kristal putih manis.
Pagiku sempurna.
Aroma ini,
Kamu.
Ada. Lengkap.
Adakah yang lebih membahagiakan dari setiap kepulannya dan setiap teguknya?
Berkali-kali aku mengatakan, Kolaborasi sederhana yang mebahagiakan itu : Kamu dan kopi.
Membuatku menjadi pecandu yang bahagia. Aku tidak butuh rehabilitasi untuk hal ini.
Ini gila, tapi aku bahagia.
Cukup indah meski hanya mengamatimu dari hitam-putih, abu-abu potretmu.
Dengan senyum lebar berpagarmu,
Rambut yang menjadi kebanggaanmu.
Iya itu kamu, Ciri khasmu.
Entah hanya dengan uap Kafein yang menggebu ini aku bisa menginggat kamu.
Tuh kan. Kamu dan Cangkir kecil ini berhubungan.
Tuhan emang Maha Asyik.
Dia menciptakan tanaman Kopi sebagai media penyimpan memori tentang kamu.
Seteguk saja aku bisa mengingat senyummu.
Dua teguk aku bisa merasa rengkuhanmu.
haha..
Aku bukan Phsycopat kok.
Aku hanya melampiaskan kebahagiaanku.
Hidup dengan fantasi-fantasiku.
Iya, ini caraku mengisi kesepian.
Kita dua Makhluk pecandu. yang masih belum disadarkan untuk bersama.
Ya. Melihatmu. dalam diam, Aku lebih bahagia begitu.
February 20, 2014
Panggil Aku 'Sang Pecandu' !
Mungkin sebagian manusia, yang dirundung sesaknya dunia.
Pelariannya adalah Heroin, Ganja, Double L, Ekstasi, Jack Daniels, Sherry, Gin, Vodka, atau bahkan Topi Miring.
Atau minimal, lari ke sarang berlampu remang.
Menari dibawah lampu Kunang-kunang dengan music DJ yang memekakkan telinga.
Oh itu .. Lupakan.
Aku.
Sederhana saja, Aku melarikan diriku, pada cairan hitam pekat dengan sedikit gula, juga sebatang kecil Tembakau beraroma mint,
Memenuhi paru-paruku dengan asap manis, kala aku rindu kamu.
Aku yang tak pernah berani mengajakmu berbicara sedikitpun.
Aku yang hanya bisa memandangmu dari kejauhan dalam diam.
Ya aku terlalu pengecut untuk bisa mengajakmu bicara.
Aku bukan seorang bonek yang garang didepanmu.
Oh iya.. aku bisa bicara denganmu. jika ada orang lain yang sedang bersamamu.
Aku hanya bisa meneguk Kafein pekat yang sarat akan pahitnya dunia, tapi kamu membuatnya manis..
Iya, kamulah manis yang penuh kepahitan, dan akulah pahit yang penuh kemanisan.
Aku akui, senyummu saja bisa membuatku lumer. Meleleh kemana-mana.
Eh kamu, Kafein dan nikotinku. yang tak pernah absen di sore dan malam hariku.
Tanpa itu hidupku bukan hidup namanya.
Sebegitunya aku memaknaimu dalam hidupku.
Senyum berbehel itu yang selalu tertinggal di langit-lagit kamarku yang putih.
Pria berponi berubuh ceking dan telah berkepala dua itu yang mengisi euforia hariku, yang membuatku menemukan makna dalam menjalani hari.
Oh, oke sebelum ini aku pernah salah mencinta. Mencinta makhluk berbeda yang tak semanis kamu.
Dia, hanya bisa menghadirkan tangis dalam diamku. sedang kamu tidak.
Kamu memang menghadirkan tangis. tapi berbeda, ia punya rasa, ya, rasa yang hangat.
"Jangan heran, jika aku ada di dalam cangkir kopi yang kau sedu. Sebab Tuhan tahu, dimana tempat rindu layak untuk dijatuhkan." katamu suatu malam, disebuah kafe, di Kota Pahlawan.
Aku tau kamu mengutipnya dari Jejaring burung biru muda.
Aku tau kamu merayuku.
Hahaha, itu manis.
(aku tersenyum selalu ketika mengingatnya.)
Tuhan itu maha Asyik.
Ia mungkin mendaratkan seseorang dihariku, mungkin seseorang yang salah.
Tapi kemudian Ia menyadarkan aku.
Bahwa kamulah Alien yang layak menghuni pulau kecil berkarat yang berkali-kali tenggelam ini.
Sebut aku Sang Pecandu.
Karena aku Sakau jika tak ada senyummu.
Sebut aku Pecandu, yang tak bisa mangkir dari kehebohan sajak tentangmu, dan senyum berpagarmu.
Sebut aku Pecandu
Karena kamulah sebatang Nikotin dan secangkir Kafein ku.
:)
R
Pelariannya adalah Heroin, Ganja, Double L, Ekstasi, Jack Daniels, Sherry, Gin, Vodka, atau bahkan Topi Miring.
Atau minimal, lari ke sarang berlampu remang.
Menari dibawah lampu Kunang-kunang dengan music DJ yang memekakkan telinga.
Oh itu .. Lupakan.
Aku.
Sederhana saja, Aku melarikan diriku, pada cairan hitam pekat dengan sedikit gula, juga sebatang kecil Tembakau beraroma mint,
Memenuhi paru-paruku dengan asap manis, kala aku rindu kamu.
Aku yang tak pernah berani mengajakmu berbicara sedikitpun.
Aku yang hanya bisa memandangmu dari kejauhan dalam diam.
Ya aku terlalu pengecut untuk bisa mengajakmu bicara.
Aku bukan seorang bonek yang garang didepanmu.
Oh iya.. aku bisa bicara denganmu. jika ada orang lain yang sedang bersamamu.
Aku hanya bisa meneguk Kafein pekat yang sarat akan pahitnya dunia, tapi kamu membuatnya manis..
Iya, kamulah manis yang penuh kepahitan, dan akulah pahit yang penuh kemanisan.
Aku akui, senyummu saja bisa membuatku lumer. Meleleh kemana-mana.
Eh kamu, Kafein dan nikotinku. yang tak pernah absen di sore dan malam hariku.
Tanpa itu hidupku bukan hidup namanya.
Sebegitunya aku memaknaimu dalam hidupku.
Senyum berbehel itu yang selalu tertinggal di langit-lagit kamarku yang putih.
Pria berponi berubuh ceking dan telah berkepala dua itu yang mengisi euforia hariku, yang membuatku menemukan makna dalam menjalani hari.
Oh, oke sebelum ini aku pernah salah mencinta. Mencinta makhluk berbeda yang tak semanis kamu.
Dia, hanya bisa menghadirkan tangis dalam diamku. sedang kamu tidak.
Kamu memang menghadirkan tangis. tapi berbeda, ia punya rasa, ya, rasa yang hangat.
"Jangan heran, jika aku ada di dalam cangkir kopi yang kau sedu. Sebab Tuhan tahu, dimana tempat rindu layak untuk dijatuhkan." katamu suatu malam, disebuah kafe, di Kota Pahlawan.
Aku tau kamu mengutipnya dari Jejaring burung biru muda.
Aku tau kamu merayuku.
Hahaha, itu manis.
(aku tersenyum selalu ketika mengingatnya.)
Tuhan itu maha Asyik.
Ia mungkin mendaratkan seseorang dihariku, mungkin seseorang yang salah.
Tapi kemudian Ia menyadarkan aku.
Bahwa kamulah Alien yang layak menghuni pulau kecil berkarat yang berkali-kali tenggelam ini.
Sebut aku Sang Pecandu.
Karena aku Sakau jika tak ada senyummu.
Sebut aku Pecandu, yang tak bisa mangkir dari kehebohan sajak tentangmu, dan senyum berpagarmu.
Sebut aku Pecandu
Karena kamulah sebatang Nikotin dan secangkir Kafein ku.
:)
R
Dengan Secangkir Kopi.
Sore, mulai tampak kelabu sinarnya. Tak ada sinar yang menerangi.
Mulai gelap dan suram.
Iya, Suram. Detik-detik mulai berjalan merayap. Merayapi langit-langit yang disana ada senyummu.
Secangkir pekat kafein menemaniku menghabiskan sore yang kelam ini.
Sial. Bayanganmu kembali muncul tanpa aku undang.
Secangkir pekat. dan ada bayanganmu disana.
Tersenyum, menampakkan sebaris gigi yang berpagar itu.
Itu lucu.
Yah mungkin aku dulu pernah bilang "Lebih baik berkacamata, daripada berbehel."
Tapi kamu, kamu berbeda, Kamu memakai dua-duanya, meski, kacamata tak sering kamu pakai.
Tapi, semakin aku memandang cangkir itu, semakin pekat kehadiranmu didalamnya.
Kamu sama seperti kopi ini, sama-sama jadi candu terhebat di hariku.
Bahkan. Rasanya hariku takkan lengkap. Seperti sudah ada kamu, nyawamu dalam kopi ini.
Cara berfikirmu yang berbeda. aku mengaguminya. Kamu yang dewasa, aku mengaguminya,
Perhatian samarmu kepadaku, Aku menyukainya. Kamu, seperti makhluk yang berasal dari planet lain.
Entah. Kamu seperti secangkir kopi dan sebatang LA Mint, Ya, kolaborasi sederhana yang bisa membuat bahagia.
Aku tahu, karena aku pecandunya.
Entah berceloteh di Jejaring burung biru muda bersama kamu saja aku sudah bahagia.
Bercanda, menghujat sistem Indonesia yang menjengkelkan itu hal baru untukku.
Aku Mengagumi sosokmu, dari awal, bahkan sebelum aku bertemu denganmu. hanya memandang fotomu saja.. Aku Terkagum.
Aku tersenyum. Berbahagia... Mendesah di garis-garis batas logika.
Aku mencintaimu dalam diam. Mencintaimu dibatas senja.
Biarkan asap tembakau kering ini mengantarkan rasaku padamu.
R. OTNAIRDA. W.
GNAY UMIATNICNEM
ADNAN. P. NIRA P.
hahaha....
#abaikan
Mulai gelap dan suram.
Iya, Suram. Detik-detik mulai berjalan merayap. Merayapi langit-langit yang disana ada senyummu.
Secangkir pekat kafein menemaniku menghabiskan sore yang kelam ini.
Sial. Bayanganmu kembali muncul tanpa aku undang.
Secangkir pekat. dan ada bayanganmu disana.
Tersenyum, menampakkan sebaris gigi yang berpagar itu.
Itu lucu.
Yah mungkin aku dulu pernah bilang "Lebih baik berkacamata, daripada berbehel."
Tapi kamu, kamu berbeda, Kamu memakai dua-duanya, meski, kacamata tak sering kamu pakai.
Tapi, semakin aku memandang cangkir itu, semakin pekat kehadiranmu didalamnya.
Kamu sama seperti kopi ini, sama-sama jadi candu terhebat di hariku.
Bahkan. Rasanya hariku takkan lengkap. Seperti sudah ada kamu, nyawamu dalam kopi ini.
Cara berfikirmu yang berbeda. aku mengaguminya. Kamu yang dewasa, aku mengaguminya,
Perhatian samarmu kepadaku, Aku menyukainya. Kamu, seperti makhluk yang berasal dari planet lain.
Entah. Kamu seperti secangkir kopi dan sebatang LA Mint, Ya, kolaborasi sederhana yang bisa membuat bahagia.
Aku tahu, karena aku pecandunya.
Entah berceloteh di Jejaring burung biru muda bersama kamu saja aku sudah bahagia.
Bercanda, menghujat sistem Indonesia yang menjengkelkan itu hal baru untukku.
Aku Mengagumi sosokmu, dari awal, bahkan sebelum aku bertemu denganmu. hanya memandang fotomu saja.. Aku Terkagum.
Aku tersenyum. Berbahagia... Mendesah di garis-garis batas logika.
Aku mencintaimu dalam diam. Mencintaimu dibatas senja.
Biarkan asap tembakau kering ini mengantarkan rasaku padamu.
R. OTNAIRDA. W.
GNAY UMIATNICNEM
ADNAN. P. NIRA P.
hahaha....
#abaikan
February 16, 2014
Cinta dalam Secangkir Kopi
Kemarin, dengan gontai aku berusaha berlari. Mengejar harap. Menemui asa. Tanpa prasangka, aku harap kamu ada. Rasanya bergemuruh tak lepas dari dada. Ya, aku akan bertemu denganmu. Kita akan bertemu.
Dalam gundah, dan tubuh lelah aku masih mengiba. Agar Tuhan ijinkan kita bertatap muka. Walau sekali saja.
Tapi kau tak datang. Atau bahkan mungkin tak punya keinginan untuk datang. Dan menyapaku walau sekejap mata. Lantas aku kecewa. Pun ketika jatuh air mata.
Mungkin aku terlalu takut. Takut kehilangan orang yang bahkan sama sekali belum pernah kumiliki. Dalam pagi hingga malam, kau hadir memenuhi inspirasi.
Aku buta tentang cinta. Yang aku tau, aku mengingatmu dalam secangkir kopi yang terhidang setiap petang menuju malam. Ketika jemariku menari menuliskan namamu. Ahh.., menyebutnya saja aku malu.
Lalu otakku mencair. Namun terasa indah saat ku selami intuisi. Ya, engkau ada di secangkir kopi, melalui jemari, dan melewati batas imajinasi.
Maka dengan penuh rindu, kusampaikan salam cinta untukmu..
Penganut sarkasme baik hati,
Pemikir sejati yang sibuk mencari jatidiri,
Pengkritik hebat kelas kakap,
Dan pemberi inspirasi tiada henti…
Kau yang tak pernah sempat kumiliki,
Aku mengenangmu dalam sunyi,
ditemani secangkir kopi,
dan terhempas bias-bias mimpi…
Biar saja indahnya hanya aku dan Tuhan yang tau..
Karena aku hanya ingin mengenangmu..
Lewat puisi dan kisah syahdu.
Layaknya kopi yang hadirkan candu…
Untukku.
Secangkir Kopi dan Kenangan
Hai, 2 bulan tidak bertemu.
Hai juga kenanganku yang terukir rapi diatas relief-relief kuno itu.
Hari ini di Bulan Penuh Cinta bagi yang memiliki pasangan.
Bulan dengan Hari yang paling sedikit diantara bulanya yang lainnya dalam satu tahun.
Bulan Cokelat.
Ya bukan kah cokelat itu sebenarnya adalah hal yang pahit, tapi kemudian terasa manis karena ada sentuhan gula-gula kecil yang putih dan murni.
Konyol. tapi sebutir cokelat bisa menenangkan.
Oke. kali ini aku terduduk disini bukan ditemani sekotak cokelat Forero Rotcher yang kamu kirimkan dari seberang pulau bersalju disana.
Aku kini terduduk sendiri disini, dibalik kaca bening ini, terpaku, menatap hujan yang tak biasa diluar sana. Hujan Pasir. Ya, tampaknya si kokoh Kelud itu sedang ingin mengamuk, sudah muak dengan kelakuan manusia seperti kamu. Hahaha...Ternyata sebongkah Gunung yang memahami aku. Tidak dengan makhluk Tuhan berderajat tinggi sepertimu. Yang katanya punya Harga diri yang tinggi.
Dan, Aku?
Hanya bisa menatap amukannnya dari radius 35 kilometer. Ya, sepuntung LA Mild ini bersedia menemaniku bersama secangkir kapal api pekat dengan sedikit gula.
Bahagia itu sederhana. Kenapa tak dari dulu saja kunikmati hidup seperti ini?
Membiarkan paru-paru yang kian rusak ini terisi asap Mint. dan mati perlahan-lahan.
Oh tidak bukan mati. Sekarat.
Bukankah Nikotin dan Kafein ini kolaborasi sederhana, yang mengantarkan aku pada kebahagiaan sejenak dari bayang-bayangmu?
Iya kamu, si Mata Kucing bodoh yang tidak peduli sedikitpun padaku.
Oh ayolah, jangan hantui aku. Aku sudah meyakinkan diri bahwa kamu tak layak untukku.
Tidak dengan tonggak keyakinanmu itu.
Ketidak pedulianmu juga jadi aksesoris yang indah untukku semakin membencimu dan meninggalkanmu.
Jangan salahkan siapa-siapa. Aku. Aku yang memilih ini.
Ini. Mutlak keputusanku.
Kamu harus tahu. Tidak ada lagi celah hatiku yang bisa untuk membanggakanmu.
Kamu sudah hancur. Tepat pada saat kamu membanggakan dia didepanku.
Kamu Mutlak Musnah.
dan Hanya secangkir kecil yang hitam pekat ini, juga Nikotin ini yang bisa mengerti aku. Tidak dengan kamu
Hai juga kenanganku yang terukir rapi diatas relief-relief kuno itu.
Hari ini di Bulan Penuh Cinta bagi yang memiliki pasangan.
Bulan dengan Hari yang paling sedikit diantara bulanya yang lainnya dalam satu tahun.
Bulan Cokelat.
Ya bukan kah cokelat itu sebenarnya adalah hal yang pahit, tapi kemudian terasa manis karena ada sentuhan gula-gula kecil yang putih dan murni.
Konyol. tapi sebutir cokelat bisa menenangkan.
Oke. kali ini aku terduduk disini bukan ditemani sekotak cokelat Forero Rotcher yang kamu kirimkan dari seberang pulau bersalju disana.
Aku kini terduduk sendiri disini, dibalik kaca bening ini, terpaku, menatap hujan yang tak biasa diluar sana. Hujan Pasir. Ya, tampaknya si kokoh Kelud itu sedang ingin mengamuk, sudah muak dengan kelakuan manusia seperti kamu. Hahaha...Ternyata sebongkah Gunung yang memahami aku. Tidak dengan makhluk Tuhan berderajat tinggi sepertimu. Yang katanya punya Harga diri yang tinggi.
Dan, Aku?
Hanya bisa menatap amukannnya dari radius 35 kilometer. Ya, sepuntung LA Mild ini bersedia menemaniku bersama secangkir kapal api pekat dengan sedikit gula.
Bahagia itu sederhana. Kenapa tak dari dulu saja kunikmati hidup seperti ini?
Membiarkan paru-paru yang kian rusak ini terisi asap Mint. dan mati perlahan-lahan.
Oh tidak bukan mati. Sekarat.
Bukankah Nikotin dan Kafein ini kolaborasi sederhana, yang mengantarkan aku pada kebahagiaan sejenak dari bayang-bayangmu?
Iya kamu, si Mata Kucing bodoh yang tidak peduli sedikitpun padaku.
Oh ayolah, jangan hantui aku. Aku sudah meyakinkan diri bahwa kamu tak layak untukku.
Tidak dengan tonggak keyakinanmu itu.
Ketidak pedulianmu juga jadi aksesoris yang indah untukku semakin membencimu dan meninggalkanmu.
Jangan salahkan siapa-siapa. Aku. Aku yang memilih ini.
Ini. Mutlak keputusanku.
Kamu harus tahu. Tidak ada lagi celah hatiku yang bisa untuk membanggakanmu.
Kamu sudah hancur. Tepat pada saat kamu membanggakan dia didepanku.
Kamu Mutlak Musnah.
dan Hanya secangkir kecil yang hitam pekat ini, juga Nikotin ini yang bisa mengerti aku. Tidak dengan kamu
Subscribe to:
Posts (Atom)